Rabu, 11 September 2013

Pengertian Over Bore, Over Stroke, Square Engine

Sering kali saat membaca spesifikasi pada kendaraan bermotor disajikan pula data teknis berupa Bore x Stroke pada Engine kendaraan. Dan dari data ini sebenarnya banyak sekali informasi yang dapat kita peroleh mengenai karakteristik poer dan torsi kendaraan tersebut pada RPM tertentu.

Over Stroke
Mesin dengan tipe ini memiliki cirri-ciri yaitu : Langkah/ Stroke yang lebih besar dari pada Bore/ Diameter piston. Mesin dengan tipe ini memiliki karakteristik mampu mengeluarkan tenaga dan torsi yang besar pada RPM rendah dan menengah. Sehingg beberapa motor yang ditujukan untuk penggunaan harian dalam kemacetan kota atau medan berat biasanya mengadopsi mesin dengan tipe ini. Mesin tipe ini sering kali diterapkan pada motor yang didesain memiliki akselerasi yang bagus pada RPM rendah. Tetapi mesin ini juga memiliki kekurangan, selain tenaga yang kecil pada RPM tinggi, juga memiliki getaran yang tinggi dan umumnya akibat dari getaran tersebut suara mesin terdengar lebih kasar atau berisik.
Contoh:
Supra X 125  52,4 x 57,9 mm
Jupiter            54 x 58,7 mm
Mio                50 x 57,9 mm

Over Bore
Mesin denga tipe ini memiliki cirri-ciri yaitu : Bore/ Diameter silinder lebih besar dari pada panjang Langkah/ Stroke piston. Mesin denga tipe ini mampu berputar hingga RPM tinggi, Tenaga yang besar pada RPM menengah dan tinggi, mesin ini sangat cocok pada motor berkarakter sport. Karena biasanya pada motor sport pengendara akan memacu motornya dan mempertahankan putaran mesin pada RPM yang tinggi agar dapat mengeluarkan kemampuan maksimum motor tersebut.
Contoh :
Scorpio     70 x 58 mm
Ninja 250  62 x 41,2 mm
Mega Pro  63,5 x 49,5 mm

Square Engine
Square Engine adalah perpaduan antara  kedua mesin diatas. Pada Square engine, panjang Langkah/ Stroke dan Diameter/ Bore piston memiliki ukuran yang hampir sama, atau bahkan sama. Mesin denga tipe ini memiliki tenaga yang hampir merata disemua tingkatan RPM, baik pada RPM rendah maupun pada RPM tinggi. Mesin dengan tipe ini biasanya diaplikasikan pada motor-motor harian yang memiliki kemampuan universal untuk melahao seua medan baik dalam maupun luar kota.
Contoh :
F1ZR      52 x 52 mm
BYSON  58 x 57,9 mm

Selasa, 10 September 2013

Apa itu Bore Up, Apa itu Stroke Up


Setiap mesin kendaraan didesain oleh pabrikan dengan kapasitas yag berbeda-beda, atau disebut juga Engine Displacement. Yang mana biasanya dinyatakan dalam satuan centimeter cubic (cc). Sebagai mana pada mesin Kawasaki KLX 150S mempunyai kapasitas mesin 144 cc, yang mana artinya adalah Silinder mesin KLX 150S mampu menampung campuran BBM sampai dengan kapasitas 144 cc.
Kapasitas Mesin (cc)
Pada dasarnya kapasitasn sebuah mesin motor ditentukan oleh dua hal :
1.BORE. Yaitu diameter piston yang dipakai.
2.STROKE. Yaitu Panjang lintasan piston saat bergerak naik turun didalam silinder block, Jarak TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Atau sering disebut Langkah Piston.


Dengan mengetahui Bore dan Stroke pada mesin, maka dapatlah dihitung kapasitas mesin dengan menggunakan rumus volume silinder. Dan untuk praktisnya bisa dipakai rumus sebagai berikut :  
0,785 x Bore x Bore x Stroke

Sebagai missal pada Kawasaki KLX 150S dispeknya tertulis Bore x Storke : 58,0 x 54,4 mm.
Cukup dengan kalkulator danrumus sederhana dapat diketahui berapa tepatnya kapasitas silinder pada mesin tersebut. Berarti : 0,785 x 58 x 58 x 54,4 = 143656,256. Nah selanjutnya angka ter sebut dibagi dengan 1000, Sehingga ketemulah nilai sebenarnya yaitu : 143,65 cc. Atau jika dibulatkan sama dengan 144cc.

Karena kapasitas mesin sangat ditentuka oleh Bore dan Storke, maka bila ingin menambah kapasitas berarti haris menambah salah satu atau bahkan keduanya. Bisa naik Bore, naik Stroke atau Bore dan Stroke sama dinaikan.


Bore Up
Bore up artinya mengganti ukuran piston dengan diameter yang lebih besah dari aslinya. Pabrikan motor juga menyediakan piston pengganti iro dengan ukuran yang lebih besar, biasanya disebut dengan istilah Piston Oversize (OS). Tapi biasanya hanya sedikit lebih besar dari standarnya missal naik 0,5mm (OS50), 1mm (OS100) atau bahkan sampai 3mm (OS300).

Selain itu piston bore up juga dapat memakai merek merek aftermarket yang tersedia di pasaran missal : TDR, Kawahara, Daytona, DG, Izumi, dll. Yang mana setiap produk-produk tersebut mempunyai ukuran yang berbeda-beda serta memiliki keunggulan masing-masing. Biasanya tiap produk punya kelebihan masing-masing, missal : bahan yang lebih berkualitas, lapisan teflon, bahan yang lebih ringan, atau bahkan desain yang berbeda. Selain produk aftermarket dapat juga mencomot piston milik motor lain yang dirasa mempunyai diameter yang lebih besar, dan yang perlu di perhatikan adalah ukuran pin piston ( Small End).

Stroke Up
Stroke Up artinya menaikan langkah piston. Dapat dilakukan dengan merubah posisi poron piston di kruk as (Big End) supaya jarak naik turun piston (TMA ke TMB) menjadi lebih jauh. TMBnya lebih turun, TMAnya lebih tinggi. Sekedar mengganti stang piston (Con Rod) dengan stang yang lebih panjang tidak akan merubah Stroke selama poros BigEng tidak berubah.
Adapun cara untuk Stroke Up:
1. Dengan menggeser Big End standar lebih dekat ke tepi daun kruk as (las geser manual).
2.  Dengan mengganti Big End stander dengan Pen Stroker aftermarket.

3.  Mengganti kruk as dengan motor lain yang lebih pajang langkahnya. 


Kamis, 21 Maret 2013

Kode Spesifikasi Pelumas Kendaraan


Nie cara mengetahui spesifikasi oli mesin buat kendaraan kita biar gak asal tuang ke mesi. Salah tuang malah bisa bikin loyo kendaraan bahkan bisa fatal akibatnya. Jika kemarin sudah di ulas tentang SAE oli kendaraan sekarang bahas tentang arti-arti kode spesifikasi oli yang tertera pada setiap kemasan oli/pelumas.

Setiap pabrikan kendaraan bermotor telah melakukan pengujian pada setiap mesin mesin yang telah diproduksi. Tentu saja mereka mengacu pada standarisasi dunia, misalnya
API Service (American Petroleum Institute)
JASO (Japan Automotive Standard Association )
ACEA (Association Des Constructeurs Europeens d' Automobiles )
DIN (Deutsche Industrie Norm )

Untuk mesin kendaraan ( Motor ), Grade yang tersedia mengacu pada API Service. API Service sendiri mempunyai kode mulai dari SA hingga SM, dan di tengah-tengahnya ada SF, SG, SH, SJ, SL dan lainya. Sementara jika mengacu pada standar JASO pada mesin 2-Tak terdapat kode FA - FD, Sedangkan pada mesin 4-Tak baru ada MA dan MB.

Mutu suatu pelumas berdasarkan API Service ditunjukan oleh tingkatan huruf dibelakangnya. Misalkan API SL, Kode S (Spark) menandakan elumas mesin bensin. Sedangkan kode pada huruf kedua menunjukan nilai mutu pelumas tersebut. Semakin mendekati huruf Z maka semakin baik pelumas dalam melapisi komponen mesin. Dan kode kode tersebut juga merujuk pada mesin-mesin pada keluaran tahun tertentu.

Penggunaan spesifikaksi yang lebih rendah tentu akan mengurangi performa kendaraan. Pabrikan tentunya telahmengerti secara detail equipment yang dibuatnya. Sehingga bila kita tidak memenuhinya, maka tidak akan memperoleh featur maupun benefit atau bahkan mungkin bisa menyebabkan terjadinya penurunan kinerja pada mesin kendaraan. Oleh sebab itu saat memilih pelumas sangat dianjurkan untuk memperhatika tahun produksi motor dan grade oli yang di anjurkan oleh pabrikan.

Grade Oli berdasarkan Tahun Produksi Mesin
API : SF/SG/SH  : Untuk mesin kendaraan produksi tahun 1980 - 1996
API : SJ               : Untuk mesin kendaraan produksi tahun 1996 - 2001
API : SL              : Untuk mesin kendaraan produksi tahun  2001 - Sekarang

JASO (Mesin 2-Tak) : Kode FA - FD
JASO (Mesin 4-Tak) : Kode MA untuk mesin bertransmisi girbiks
                                  : Kode MB untuk mesin bertransmisi automatic (CVT)

sumber referensi : motorplus.net

Rabu, 20 Maret 2013

Kenali Kode SAE pada Oli Motor

Kekentalan oli adalah hal yang paling penting saat menetukan oli buat tunggangan kesayangan anda. Yang mana kekentalan oli tersebut merupakan salah satu sifat karakteristik oli mesin. Kekentalan oli ini juga sering disebut visikositas. Sebelum memilih oli motor buat tunggangan kesayangan ada baiknya jika kita bahas sedikit tengtang teori pelumas oli berdasarkan SAE Oli motor.
SAE merupakan kepanjangan dari Society of Automotive Engineer. SAE merupakan sebuah lembaga standarisasi oli mesin, atau bisa diibaratakan semacam ISO, DIN, JIS yang mengkhususkan diri dibidang otomotif.

Viscosity
Viskositi adalah kemapuan laju liquid dalam hal ini adalah Oli Pelumas. Untuk oli pelumas sendiri dikenal dengan lube grade. Yang kemudian oleh SAE diuji pada temperatur tertentu sehingga kita mengenal oli multi grade 10W40,20W50 dan sebagainya serta oli mono grade seperti SAE20, SAE40 dan sebagainya.
Ini berbeda dengan pengujian oli pelumas industri. Pengujian dilakukan oleh ISO, sehingga lahirlah istilah lubrcant ISO VG32, ISO VG46, ISO VG100 dan sebagainya. Dimana ISO melakukan standar pengujian pada 40 deg C dan 100 deg C. Atau mungkin untuk applikasi gear digunakan standar AGMA atau SAE gear viscosity.

Viscosity Index
Sedangkan Viskositi Index (VI) adalah kemampuan lubricant mempertahankan kekentalan terhadap temperatur, Baik itu HI atau LOW temp. Semakin tinngi nilai VI maka semakin baik lubricant itu terhadap perubahan temperatur.

Setelah berbicara tentang teknis, sekarang kita lanjutkan pada rahasia kode SAE Oli Pelumas Motor :
+ Tingkat kekentalan suatu oli mesin mengacu pada lembaga SAE berdasarkan tabel SAE J 300 th 1999
+ Ada sekitar 30 jenis kekentalan SAE yang dikenal selama ini, diantaranya seperti SAE40, SAE10W,SAE20W-50, SAE15W-50, SAE10W-40 dan lai-lain.

Angka dibelakang huruf SAE ini yang menunjukan tingkat kekentalan. Contohnya, kode SAE50 menunjukan oli tersebut mempunyai tingkat kekentalan 50 menurut standar SAE. Dan semakin tinggi maka semakin kental pelumas tersebut.
Ada pula kode angka yang menunjukan multigrade seperti 10W-50. Kode ini menandakan pelumas mempunyai kekentalan yang bdapat berubah - ubah sesuai dengan suhu di sekitarnya. Huruf W dibelakang angka 10 merupakan singkatan dari kata Winter (Musim Dingin). Maksudnya, Pelumas mempunyai tingkat kekentalan sama dengan SAE10 pada saat suhu udara dingin dan SAE50 ketika udara panas.

PERTANYAAN :
+  Lalu Oli ber SAE manakah yang cocok untuk tunggangan kesayangan kita? SAE20W-40, SAE10W-40 atau SAE15W-50?
Benarkah kalau tarikan enteng pake oli yang lebih encer, menadakan oli yang dipake untuk tunggangan kita?

Mari kita cari jawabanya, kita akan coba membahas beberapa kode SAE untuk mendapatkan oli pelumas yang ideal untuk motor kita. Kita akan bahas satu per satu dari 4 tingkat SAE oli pelumas motor yang paling cocok umtuk iklim di indonesia.
Performa mesin dan hasil pengujian idealnya dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu : SAE20W-50, SAE10W-40, SAE15W-40, SAE15W-50

SAE 20W-50

Makna sesungguhnya : Oli mesin yang masih mampu dipaki sampai kondisi suhu dingin -10 s/d -15C (kode 20) dan pada suhu 150C dengan tingkat kekentalan tertentu.
Oli jenis ini relative kurang efisien dalam pemakaian BBm namun sanagat baik dalam perlindungan/perawatan mesin, Khususnya untuk kondisi jalan di Jakarta yang sering macet, Jarang berjalan jauh, polusi dan Badan berat.


Pada kondisi ini dikenal dengan istilah boundary lubricant. Dimana pada kondisi tersebut lapisan oli sangat tipis diantara celah mesin yang cenderung berpotensi terjadinya kontak antara logam dengan logam lainnya. Oli jenis ini relatif paling kecil nilai viskositas indeknya (VI), diantara 3 jenis oli lainya (minimal untuk oli mineral/ semi sintetis 120, sedang untuk simtetis 145).
Semakin banyak adiktiv viskosity index improver, semakin sensitif oli/ kurang baik buat mesin motor, utamanya terhadap stress di gear. VI = ukuran kemampuan suatu oli mesin dalam menjaga kestabilan kekentalan oli mesin dalam rentang sushu dingin samapai tinggi. Semakin tinggi VI semakin baik kestabilan kekentalannya. Sedangkan untuk oli mobil VI tinggi akan sanagat baik untuk mesin. Dan untuk motor bisa juga sebaliknya.



SAE15W-50

Tipe oli pelumas mesin ini masih mampu dipakai samapai kondisi suhu dingin -15 s/d -20C (Kode 15W) dan suhu 150C dengan tingkat kekentalan tertenntu. Jenis oli relativ sama dengan SAE20W-50, Sedikit yang membedakan adalah sedikit lebih encer dan nilai VI lebih tinngi dibanding 20W-50 (minimal untuk oli mineral 130, untuk sistetis 150)
Semakin tinggi nilai VI artinya adalah semakin banyak pemakaian aditif peningkat angka VI. Untuk motor hal ini sangat riskan. Aditif ini relativ sensitif digunakan untuk motor yang menyatukan oli mesin dengan gigi (wet clutch). Artinya Oli jenis ini relativ lebih mudah berubah kekentalanya dibanding 20W-50.


SAE10W-40
Tipe oli pelumas mesin ini masih mampu dipakai samapai kondisi suhu dingin -20 s/d -25C (Kode 10W) dan suhu 150C denga tingkat kekentalan tertentu. Jenis oli yang relativ paling encer diantara ke 3 jenis oli lainya. Oli ini relativ paling irit BBM, namun kurang baik dalam perlindungan mesin. Terutama pada kondisi jalan sering macet dan beban berat (sering dipake berboncengan) dan relatif sama dengan 15W-50 dalam hal pemakaian aditif peningkat angka VI (minimal untuk oli mineral 130, sistetis 150)

Apakah berati paling bagus? Belum tentu. Semakin banyak kandungan aditif peningkat angka VI, semakin besar kemungkinan peluang pecahnya aditif VI-nya dan berubah kekentalanya. Ukuran perubahan kekentalan oli biasanya dipakai batasan sampai 25 - 30% dari kekentalan awal/ oli baru. Agak sulit memang indikatornya, Soalnya cuma lab. Yang bisa memastikan hal ini. Kalaupun anda ingin tetap memakai oli jenis ini, disarankan untuk perhatikan jarak penggantian olinya lebih awal. Kalau merasa suara mesin sudah agak berbeda sedikit saja mending segera untuk diganti.



SAE 15W-40
Tipe oli pelumas mesin ini masih mampu dipakai sampai suhu dingin -15 s/d -20C (Kode15W) dan suhu 150C dengan tingkat kekentalan tertentu. Hasil pengujian di motor sebenarnya mununjukan oli ini yang paling pas. Oli jenis ini relativ paling stabil kekentalanya dibandingkan dengan yang lainnya. Masalahnya oli jenis ini jarang diaplikasikan untuk motor. Biasanya jenis SAE ini dipakai untuk kendaraaan untuk disel, yang membutuhkan kestabilan kekentalan dalam jarak jauh dan kondisi ekstrim pada mesin disel. Sebagai tambahan aditiv VI adalah senyawa kimia kopolimer rantai panjang yang mampu beradaptasi pada suhu rendah dan tinggi tetapi sensitif terhadap stress di gear. Perlui diingat oleh para bikers, bahwa kekentalan atau SAE oli pelumas bukan merupakan satu - satunya penentu kualitas pelumas.

Tingkat mutu pelumas mengadu pada API (American Petroleum Institute). Untuk kendaraan berbahan bakar bensin, pelumas biasanya menggunakan kode yang berawalan dengan huruf S. S merupaka kepandekan dari kata Spark yang berarti percika api/busi. Contohnya SA, SB, SC, SD, SE, dan SF. Sedangkan pada mesin disel kode mutu pelumas diawali denga huruf C. Dimana C merupaka kependekan dari kata Compression, yang mana sifat pembakaran dalam disel terjadi karena adanya tekanan udara sangat tinggi. Contohnya kode huruf CA, CB, CC dan CD.

Selasa, 19 Maret 2013

Oli Mesin Motor, Motor Tua Tetap Sesuaikan Spesifikasi






Penggatian pelumas/oli mesin secara berkala memang menjadi  anjuran bagi s emua pabrikan. Karena fungsi dari pelumas itu sendiri adalah melumasi bagian - bagian mesin agar terlinndung dari ke-ausan. Dan jenis pelumas juga akan mempengaruhi performa dari kendaraan itu sendiri. Akan tetapi, saat pabrikan sudah tidak memproduksi pelumas yang sesuai dengan spesifikasi motor kita karena usia yang tak muda lagi, apa yang mesti kita lakukan. Janagan sampai salah pilih, apa lagi salah langkah. Bisa - bisa motor enggak panjang umur.


Misal Hoda Tiger 2000 atau Honda Grand ataulah Supra tahun 2000an ketentuan dari pabrik harus menggunakan oli SAE 20W-40. Tapi karena oli ini susah didapat maka sedikit terpaksa pilih oli SAE 10W-30. Dengan alasan mengikuti motor sejenis terbaru. Memang tipe ini lebih mudah didapat, karena motor keluaran terbaru kebanyakan menggunakan tipe oli ini.




Sebelum merambah ke akibat dari penggantian yang tidak sesuai ini, Tidak ada salahnya jika kita membahas tentang arti dari SAE dan angka yang tertera pada kemasan setiap pelumas itu sendiri.

SAE atau kepanjangan dari Society of Automotive Enginering merupakan sebuah lembaga yang membuat standarisasi oli, Contohnya : 20W-40 yang artinya 20W merupaka visikositas oli ketika berada pada suhu dingin. Sedangkan angaka 40 berarti visikositas oli pada suhu panas.

Nah setiap kendaraan bermotor mempunya ketentuan spesifikasi oli yang berbeda beda, yang di sesuikan dengan karakteristik mesin. Tentunya hal ini berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh pabrikan, agar mesin dapat bekerja secara maksimal.


Dan tipe oli yang tidak sesuia dengan spesifikasi ini dapat menimbulkan masalah ketika tetap dipaksakan. Misal : Mesin motor dengan spek oli SAE 20W-40 yang mempunyai karakter kental, di paksa dengan oli SAE 10W-30 yang punya karakter lebih encer. Maka mesin akan udah panas dan kemungkinan slip kopling bisa terjadi. Kalo pun mau di ganti bisa dipakai oli SAE 20W-50.

Sumber Reverensi : MotorPlus

Selasa, 15 Januari 2013

Jenis - Jenis Busi Motor

Busi merupakan arti penting pada mesin bensin seperti pada sepeda motor. Busi merupakan sumber pematik api   untuk terjadinya proses pembakaran. Pada dasarnya ada 3 komponen yang menyebabkan terjadinya pembakaran, yakni : Bahan Bakar, Oksigen/Udara, Kalor/Api.

Bertugas membantu proses pembakaran, sesuai data timing pengapian yang dihasilkan dari putaran rotor magnet yang disampaikan fulser dan diolah oleh CDI, serta dibangkitkan oleh koil dan diteruskan ke busi. Api dan suhu busi harus dapat mencegah pembakaran dini dan suhu busi juga dituntut tinggi, untuk mencegah timbulnya endapan kerak. Dan untuk melayani kebutuhan mesin dan kenyamanan berkendara, beberapa produsen busi meluncurkan beberapa tipe busi, seiring pesatnya perkembangan teknologi mesin.



Dan bagaimana kita mengenal daya tahan busi, kemampuan percikan bunga api, serta menyetarakan dengan gaya berkendara kita dan kebutuhan ?. Dan jenis busi apa yang cocok dikonsumsi untuk motor kita ?. Untuk itu kenali lebih dulu jenis busi, dari hasil investigasi mekanik dan tuner, berikut ini :



Busi standar
Bawaan motor setiap diluncurkan dari pabrikan. Bahan ujung elektroda dari nikel dan diameter center electrode rata-rata 2,5 mm. Jarak pemakaian busi standar bisa sampai 20 ribu Km, ketika kondisi pembakaran normal dan tak dipengaruhi oleh faktor lain macam oli mesin dan konsumsi BBM yang berlebihan efek peningkatan spek karbu .

Busi Platinum
Disuka kaum bikers penyuka touring, lantaran kemampuannya. Ujung elektroda terbuat dari nikel dan center electrode dari platinum, sehingga pengaruh panas ke metal platinum lebih kecil. Diameter center electrode 0,6 mm – 0,8 mm dan jangan heran, ketika umur busi umur busi berkisar 30 ribu km.


Busi Iridium
Bisa dikatakan semi kompetisi, ramai diaplikasi tuner buat mesin non standar. Ciri khasnya ujung elektroda terbuat dari nikel dan center electroda dari iridium alloy warna platinum buram. Diameter center electroda 0,6 mm – 0,8 mm mm. Dan umur busi berkisar 50 ribu hingga 70 ribu km. Keuntungannya, berumur lama cocok buat mesin motor besar diatas 150 cc.

Busi Racing
Busi yang didesain dan dipersiapkan dengan bahan yang tahan terhadap kompresi tinggi, serta temperatur mesin yang tinggi pula. Dan dipersiapkan untuk mampu mengimbangi pemakaian full throttle dan deceleration.
Busi racing tidak sama dengan busi Iridium. Diameter center electroda pun relatif kecil meruncing macam jarum. Umur busi juga relatif pendek di 20 ribu – 30 ribu Km, itu ketika mesin dominan bergasing di rpm tinggi diatas rpm 6000 pada temperatur mesin yang tinggi.
Busi Resistor
Ini dia busi yang sering mengecoh konsumen, logo R latin dengan font miring banyak yang mengira artinya racing. Dan sebenarnya R itu artinya resistor. Busi ini dipakai untuk melindungi perangkat elektronik digital, berupa speedometer, indikator pada kendaraan yang memakainya, terhadap pengaruh gelombang radio dan sejenis nya. Maka, busi ber-kode R pada busi mesti diingat, sebagai perlindungan perangkat elektronik digital motor.